Selasa, 21 Januari 2014

essai sastra " ronggeng dukuh paruk"




1.        PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Kedudukan wanita yang menjadi objek dan tokoh utama dalam penciptaan karya sastra sangat berpengaruh pada budaya yang berkembang hingga sekarang. Dimana dalam karya sastra tersebut, kedudukan wanita tidaklah sama dengan laki-laki, berada jauh dibawahnya, berpengetahuan sangat rendah karena keterbatasan yang diciptakan, dan cenderung berada pada kekuasaan laki-laki dan adatnya. Dimana mereka harus menuruti semua kehendak laki-laki sehingga menjadikan adat berkembang dalam suatu kalangan masyarakat dalam waktu yang lama.
Dengan keadaan yang demikian, dan seiring perkembangan jaman telah mendorong  wanita untuk lebih maju dan belajar tentang sedikit arti kehidupan yang singkat ini sesuai lembaran-lembaran yang diceritakan pada sebuah karya sastra, itulah ilustrasi kehidupan mereka, para wanita. Bahkan dominan dari mereka, pembaca karya sastra era modern ini adalah wanita.
Menurut kartono (1992: 10) wanita dapat merealisasikan diri dengan bakat dan potensi yang dimilikinya untuk perjuangan. Eksistensinya secara khusus dan manusiawi. Dalam keberadaanya di dunia, wanita mempunyai hubungan tertentu dengan realitas, sehingga sanggup melepaskan diri dari situasi sekarang dan di sisi lain menuju hari esok.
Dalam karya sastra memangkehadiran tokoh perempuan memperkuat karya sastra yang diterbitkan, karena konflik batin yang tercipta sangat bertolak belakang dengan feminism dan kelembutan yang sangat identik pada diri mereka. Dari sinilah muncul berbagai anggapan tentang kekuatan sesungguhnya seorang wanita dimana mereka dapat tertawa dalam tangis, tersenyum meski hati terluka, dan menangis karena bahagia.
Disini penulis akan menguak lebih dalam tentang perbandingan dua novel terkenal, “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari dan “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.
Pada novel “Ronggeng Dukuh Paruk”, pengarang menceritakan keadaan sosial-politik pada masa sekitar 1965. Dimana banyak sekali korban sosial dan kemanusiaan seperti tokoh Srintil sebagai masyarakat kecil yang menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa yang berawal dari adat tanah tinggalnya sendiri.
Lalu novel kedua adalah “Tarian Bumi” oleh Oka Rusmini, yang menceritakan percintaan terlarang antara Telaga dan lelaki yang dicintainya yang terbatas oleh sebuah kasta yang sangat dipegang teguh oleh masyarakat Bali. Telaga dari kasta brahmana namun suaminya, Wayan dari kasta sudra.




1.2   RUMUSAN MASALAH

1.2.1        Bagaimana kedudukan dan peranan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari?
1.2.2       Bagaimana kedudukan dan peranan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini?

1.3TUJUAN

1.3.1          Mendiskripsikan peranan dan kedudukan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari.
1.3.2          Mendiskripsikan peranan dan kedudukan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.

2.        PEMBAHASAN

2.1   Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari
·         Sinopsis
Trilogi ronggeng dukuh paruk merupakan kontribusi baru yang penting bagi studi kesusasteraan sejarah Indonesia karena di dalamnya mengandung komplikasi persoalan dengan aspek-aspeknya yang menarik bagi pengembangan hubungan kesastraan dengan sejarah sosial. Dalam hal ini, terlihat dari kekhasannya yang benar-benar menceritakan berbagai kronologi dan problema yang hadir dalam sebuah kebudayaan asli yang terdapat di Banyumas, Indonesia. Ronggeng dukuh paruk dapat dikatakan sebagai simbol verbal yang diselimuti dengan penggunaan bahasa imajinatif oleh pengarang supaya pembaca dapat memahami fenomena kehidupan pedesan yang dituangkan sebagai bentuk pencitraan kembali dengan daya imajinasinya.
Novel tersebut menggambarkan keterpurukan rakyat kecil dari berbagai unsur sosial, politik, psikologi dan budaya yang dilengkapi dengan konflik kejiwaan para tokoh yang beragam. Dari semua unsur tersebut diramu melalui cerita hilangnya sebuah tradisi ronggeng, kemiskinan desa, serta romantika percintaan yang menyatu dalam jalinan cerita yang sangat koheren.
Cerita ini berawal dari suatu desa terpencil, Dukuh Paruk yang kering kerontang telah menampakan kehidupannya kembali ketika Srintil menjadi ronggeng. Penduduk Dukuh Paruk yang merupakan keturunan Ki Secamenggala, seorang bromocorah yang dianggap moyang mereka menganggap bahwa kehadiran Srintil akan mengembalikan citra pedukuhan yang sebenarnya karena dukuh paruk hanya lengkap bila di sana ada keramat Ki Secamenggala, ada seloroh cabul, ada sumpah serapah, dan ada ronggeng bersama perangkat calungnya (Hal. 16).
Srintil adalah potret anak dukuh paruk yang yatim-piatu akibat bencana tempe bongkrek. Enam belas penduduk meninggal karena memakan tempe yang terbuat dari ampas kelapa tersebut. Tak terkecuali juga kedua pembuat tempe itu, yaitu kedua orang tua Srintil. Setelah malapetaka itu terjadi, Srintil yang masih bayi kemudian dipelihara oleh kakek neneknya, Sakarya suami istri, sampai pada akhirnya mereka menyadari ternyata Srintil memiliki indang ronggeng sehinnga kakek Srintil menyerahkannya kepada dukun ronggeng yang bernama Kartareja. Srintil menggantikan ronggeng sebelumnya atas restu arwah Ki Secamenggala dengan melewati berbagai tahap-tahap untuk menjadi ronggeng yang sesungguhnya. Pedukuhan yang sepi itu pun kembali bergairah sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru  menggantikan ronggeng yang meninggal dua belas tahun yang lalu. Sekejap Srintil telah menjadi primadona yang menyelamatkan Dukuh Paruk dari kehilangan jati dirinya.
Banyak sekali yang bahagia atas kehadiran ronggeng Srintil. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh Rasus yang sangat benci dan kecewa menerima kenyataan bahwa Srintil benar-benar menjelma menjadi seorang ronggeng. Sebab, Srintil adalah perempuan yang sangat dicintainya dan sebagai tempatnya untuk menggambarkan sosok emak yang tidak diketahuinya. Setelah Srintil benar-benar menjadi seorang ronggeng, Rasus kehilangan sosok emaknya dan berfikir bahwa Srintil bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik semua orang. Ia pun kemudian meninggalkan dukuh paruk dan bertempat tinggal di desa Dawuan, tempat yang dijadikan sebagai pengasingan diri dari adat dukuh paruk. Di desa tersebut, membuat pandangan Rasus banyak berubah. Setelah itu, Rasus bertemu dengan kelompok tentara sehingga membuat Rasus tergabung menjadi serdadu.
Pengenalan atas dunia perempuan yang dialami di Dawuan pun banyak membuat pandangan terhadap Srintil sebagai tokoh bayang-bayang ibunya bergeser jauh, bahkan berhasil disingkirkannya. Oleh karena itu, ketika Rasus ditawari oleh Srintil untuk menjadi suaminya ia menolak. Menurutnya, dengan menolak perkawinan yang ditawarkan Srintil, aku memberikan sesuatu yang paling berharga bagi Dukuh Paruk; ronggeng!. (Hlm. 107). Dengan keputusanya itu, Rasus yakin bahwa ia mampu hidup tanpa kehadiran bayangan Emak, bayangan yang selama ini membuatnya resah.
Atmosfer politik menjelang tahun 1965 mengubah sendi-sendi kehidupan Dukuh Paruk. Pedukuhan yang selama ini hanya mengenal suara calung dan tembang ronggeng itu mulai disusupi paham-paham dan lambang-lambang partai. Awalnya karena rombongan ronggeng pedukuhan itu sering diundang naik pentas di tengah rapat umum dan kampanye politik oleh kelompok partai komunis. Namun sesungguhnya Srintil yang tidak tahu apa tujuan dari semua itu telah dijadikan umpan penarik massa dalam rapat-rapat propaganda. Peristiwa G30S PKI meletus dan keadaan berbalik, PKI gagal merebut kekuasaan. Orang Dukuh Paruk pun dituding sebagai antek komunis karena seringnya mereka meramaikan kampanye politik partai itu. Dukuh Paruk kemudian hancur bersama kobaran api, pedukuhan itu menjadi tumbal kemarahan terhadap PKI.
Dalam lintasan hidupnya secara tidak dimengerti oleh Srintil, ia terlibat dalam kekalutan politik 1965. Srintil yang sedang naik daun, harus meringkuk di dalam penjara sebagai tahanan politik karena dianggap sebagai pendukung PKI melalui berbagai pementasan ronggengnya. Srintil mencoba tersenyum sebagai usaha terakhir menolak kenyataan. Tetapi senyum itu berhenti pada gerak bibir seperti orng hendak menangis. Lama sekali wajahnya berubah menjadi topeng dengan garis-garis muka penuh ironi. Topeng itu tidak hilang ketika dua orang berseragam membawanya ke ruang tahanan di belakang kantor. Srintil berjalan tanpa citra kemanusiaan. Tanpa citra akal budi, tanpa roh. Srintil menjadi sosok yang bergerak seperti orang-orangan diembus angin (Hal. 241).
Setelah dibebaskan dari penjara, Pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Srintil berniat memperbaiki citra dirinya, meninggalkan dunia ronggeng, dan menata hidup sebagai perempuan yang tidak mau dimiliki oleh semua orang, ia ingin menjadi istri dari seorang lelaki dengan mengharapkan kehadiran Rasus. Letih menunggu Rasus, ternyata Bajus muncul dalam hidupnya dan sepercik harapan pun timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Srintil berharap Bajus menikahinya. Akan tetapi, harapan itu hancur ketika Bajus yang terkesan akan menikahinya itu ternyata tetap menganggapnya sebagai ronggeng yang boleh dimiliki oleh semua lelaki. Hancur leburlah hati Srintil tak kuat menahan penderitaan batinnya sampai ke titik nadir, Srintil kemudian menjadi gila yang pada akhirnya menyisakan luka di hati Rasus.
Kutipan yang mendukung: “Pada usia empat belas tahun aku berani mengatakan Srintil cantik” hal 36. “Sore itu Srintil menari dengan mata setengah tertutup. Jari tangannya melentik kenes. Ketiga anak laki-laki yang menggiringnya menyaksikan betapa Srintil telah mampu menyanyikan banyak lagu-lagu ronggeng” hal 13. Karena diusir dengan halus aku pun pulang. Dalam hati aku mengumpat: bajingan!” hal. 37. “Srintil takkan mengerti hal itu. Dan sekali lagi kukatakan Srintil tak bersalah. Maka untuk menjawab pertanyaan, kukatakan, “Srin, kau dan aku sama-sama menjadi anak Dukuh Paruk yang yatim-piatu sejak kanak-kanak. Kita senasib” hal 50.
·         Peranan tokoh Srintil dalam tradisi ronggeng.
Ronggeng adalah tradisi pada sebuah desa, Dukuh Paruk yang memiliki makna sosial dan spiritual. Sosial karena berurusan dengan kehidupan sosial masyarakat pada saat itu beserta segala tradisinya, dan sakral karena berkiblat oleh kesakralan makam Ki Secamenggala (hal 10). Disitu menyuarakan peranan Srintil sebagai ronggeng sebuah desa milik bersama yang sangat berharga, Srintil sangat menyadari hal itu bahwa ia adalah seorang ronggeng yang harus selalu tampil sempurna dan dapat memikat setiap jiwa lelaki. Begitu berharganya kehadiran seorang ronggeng, sampai-sampai para istri tidak pernah merasa cemburu bila suaminya menjamah Srintil, bahkan mereka menjual apa saja guna bisa bersama Srintil meski hanya satu malam. Pernyataan ini diperkuat dengan kutipan “Nanti kalau Srintil sudah dibenarkan bertayub, suamiku menjadi laki-laki pertama yang menjamahnya,” kata seorang perempuan. ”Jangan besar cakap,” kata yang lain. ”Pilihan seorang ronggeng akan jatuh pertama pada lelaki yang memberinya uang paling banyak. Dalam hal ini suamiku tak bakal dikalahkan.” ”Tetapi suamimu sudah pikun. Baru satu babak menari pinggangnya akan terkena encok.” ”Aku yang paling tahu tenaga suamiku, tahu?” “Tetapi jangan sombong dulu. Aku bisa menjual kambing agar suamiku mempunyai cukup uang. Aku tetap yakin, suamiku akan menjadi lelaki pertama yang mencium Srintil.” (hal 38).
Jiwa keronggengan yang didapat Srintil adalah gratis, ia tidak belajar dari siapaun. Dari kecil ia memang suka manari dan sangat lihai melakukanya, dari sinilah Srintil dianggap mendapat indang dari Ki Secamenggala Di pedukuhan itu ada kepercayaan kuat, seorang ronggeng sejati bukan hasil pengajaran. Bagaimanapun diajari, seorang perawan tak bisa menjadi ronggeng kecuali roh indang telah merasuk tubuhnya, indang adalah semacam wngsit yang dimuliakan di dunia peronggengan (hal. 13). Kesenangan Srintil meronggeng terlihat pada kutipan “Mulut Rasus dan kedua temannya pegal sudah. Namun Srintil terus melenggang dan melenggok. Alunan tembangnya terus mengalir seperti pancuran di musim hujan”. (hal 13)
Tekat Srintil untuk menjadi ronggeng sudah bulat, ia menjalani segala tata upacara dan persyaratan yang harus dilaluinya dengan seksama, meskipun itu susah ia tetap menjalani ketiga persyaratan itu dengan sepenuh hati sebelum resmi menjadi seorang ronggeng. Pertama Srintil harus mementaskan sebuah ronggeng di hadapan masyarakat Dukuh Paruk. Masyarakat menyambut antusias akan kabar ini setelah bertahun-tahun adat ronggeng seperti menghilang ditelan bumi di desa mereka. Nyai Kertareja yang bertaggungjawab akan Srintil malam itu, ia mendandani dan membacakan mantera pada ubun-ubun Srintil “Di halaman rumah kartareja ronggeng bermain satu babak. Tidak seperti biasa, pentas kali ini tanpa nyanyi dan tarian erotik. Mulut Sakum bungkam. Si buta itu tidak mengeluarkan seruan-seruan cabul. Semua orang tahu permainan kali ini bukan pentas biasa. Tetapi merupakan bagian dari upacara sakral yang dipersembahkan kepada leluhur Dukuh Paruk” (hal 45). Yang kedua, Srintil harus dimandikan di makam Ki Secamenggala, makam yang dikeramatkan oleh masyarakat Dukuh Paruk “Kemudian di sana Srintil menyembah dengan takzim, lalu bangkit dan berjalan ke hadapan lingkaran para penabuh” (hal 46). Yang ketiga adalah bukak klambu, calon ronggeng harus menjalani upacara bukak klambu. Semacam sayembara bagi setiap lelaki yang bisa membayar paling mahal maka ia akan mendapatkan keperawanan Srintil. Mulai dai sinilah timbul kebimbangan di hati Srintil karena ia terlanjur jatuh cinta pada rasus. Ia tau, ini adalah hal yang berat baginya dan juga wanita-wanita lain. Namun hukum adat tetap harus dilaksanakan. Tidak disangka, Srintil mengingkari persyaratan ketiga ini, ia pergi kerumah Rasus dan meminta Rasus untuk menggaulinya tanpa syarat apapun. Srintil lebih rela bila keperawananya jatuh pada orang yang ia cintai, menurutnya itu lebih tepat. Sejak kejadian itu, Rasus pergi dari desanya karena ia merasa tidak mematuhi lagi hokum adat yang berlaku sudah sekian lama “Langkahku tegap dan pasti. Aku, Rasus sudah menemukan diriku sendiri. Dukuh Paruk dengan segala sebutan dan penghuninya akan kutinggalkan.” (hal 106). Pandangan Srintil mengenai ronggeng Dukuh Paruk, dimana ia mencintai seorang lelaki dan ingin hidup denganya tidak tewujud. Ronggeng tidak boleh terikat pada seorang lelaki, ia tidak boleh menikah, juga tidak boleh hamil. Dan dia pun kini benar-benar seorang ronggeng, bermartabat, berkedudukan, dan kaya raya. Tidak lama kejayaan itu bagi Srintil, ia mulai jenuh dengan kehidupan ronggeng yang dijalaninya. Ia tetap masih mencintai Rasus, ia membutuhkan Rasus, bahkan ia selalu mencari Rasus hingga kehilangan separuh selera hidupnya. Pada hiruk-pikuk kehidupan Srintil yang terombang-ambing inilah mul tokoh Goder, seorang bayi yang tidak tau apa-apa, yang lemah namun memberikan kekuatan luar biasa pada Srintil untuk merubah jalan hidupnya lagi. goder adalah sosok nyata yang tidak bisa didapatkan Srintil secara nyata. Tradisi ronggeng semakin dibalikan oleh Srintil, hilam, tenggelam, dan tiada. Kini ia bukanlah seorang ronggeng Dukuh Paruk yang selalu diagung-agungkan lagi. Ia mulai menjalani kehidupan barunya bersama Bajus, lelaki yang berusaha ia cintai. Ketika hampir berhasil ia mengalihkan pandangan dari Rasus, ternyata Bajus menghianati Srintil dengan menjualnya pada seorang mandor dan menuduh Srintil adalah bagian dari PKI. Srinti, ronggeng, dan jiwasehatnya teah hilang.
















2.2   Novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini
·   Sinopsis
Cerita bermula ketika Luh Sekar berobsesi menjadi seorang yang berdrajat tinggi, dan untuk memnuhi obsesinya itu, dia melakukan banyak cara. Luh Sekar terlalu mengagungkan nilai-nilai kebangsawanan, dia berfikir menjadi bagian dari keluarga besar “griya” drajatnya lebih tinggi dibanding perempuan sudra lainnya.
Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, Luh Sekar tidak hanya harus meninggalkan keluarga dan kebiasaan-kebiasaannya. Selain berganti nama menjadi Jero Kenanga, dia harus juga meninggalkan semua yang pernah membesarkannya.
Setelah Jero Kenangan menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, maka lahirlah Ida Ayu Telaga Pidada. Ida Ayu Telaga Pidada adalah seorang penari oleg yang tidak terkalahkan. Ida Ayu Telaga Pidada kemudian menikah dengan Wayan Sasmitha yang seorang sudra, pernikahan itu dilarang. Karena dianggap menimbulkan malapetaka. Dan dari pernikahan itu Telaga melahirkan Luh Sari.
Ketika Wayan Sasmitha meninggal, hal ini dianggap sebagai malapetaka yang ditimbulkan dari pernikahan campuran. Dan malapetaka itu akan hilang jika Telaga melakukan upacara patiwangi, upacara penanggalan gelar kebangsawanan. Setelah upacara itu, dilangsungkan Telaga menjadi wanita sudra seutuhnya.
·         Kedudukan Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini
Dalam kegemerlapan kehidupan di Bali, tedapat  suatu adat yang sidegang teguh masyarakat Bali hingga sekarang, yaitu kasta atau kelas sosial. Kasta memiliki empat tingkat, mulai dari sudra sebagai kasta terendah sampai kasta brahmana sebagai kasta tertinggi di Bali. Tentu saja kasta dalam kehidupanya mempengaruhi kehidupan masyarakatnya mulai dari segi sosial maupun adat. Sudahlah jelas, kasta tertinggi akan mendapat tempat di mata masyarakat dan kasta terendah bukanlah siapa-siapa. Disini Oka Rusmini menguak tentang segi negatif dari keberadaan kasta di Bali yang mau tak mau harus mengendalikan pengikutnya secara berlebihan, bahkan mengenai hati dan perasaan, mereka harus tetap berpegang teguh pada kasta atau golongan mereka masing-masing “Aku capek jadi perempuan miskin, Luh. Tidak ada orang yang menghargaiku. Ayahku telibat kegiatan politik, Sampai kini tak jelas hidup atau matikah dia. Orang-orang mengucilkan aku kata mereka, aku anak penghianat. Anak PKI ! yang berbuat ayahku yang menanggung beban aku dan keluargaku. Kadang-kadang aku berfikir kalau kutemukan laki-laki itu aku akan membunuhnya...!” (hal 22). Oka Rusmini juga menjadikan perempuan sebagai objek penggambaranya karena dinilai sangat strategis dan  sarat akan kehidupan nyata mereka, yang dapat mengetuk hati pembaca agar tahu dibalik kemeriahan Pulau Bali terdapat adat yang sungguh menyakitkan yang bisa menyiksa lahir maupun batin pengikutnya. Tidak hanya dari kasta sudra yang menderita, perempuan dari kasta brahmana pun bisa menderita, bahkan dianggap pembawa petaka “Berkali-kali tiang berkata, menikah dengan perempuan Ida Ayu pasti mendatangkan kesialan. Sekarang anakku mati! Wayan tidak pernah mau mengerti. Ini bukan cerita dongeng. Ini kebenaran. Kalau sudah begini jadinya aku harus bicara apa lagi !” Luh Gumbreg memukul dadanya. Menatap Telaga tidak senang. Telaga adalah potret gambaran perempuan kasta brahmana di Bali yang kaya, seorang terpandang namun tidak bahagia. Ialah korban kebudayaanya sendiri, penggolongan kelas sosial atau kasta, ia jalani hidup dengan penerimaan namun ketidak patuhan, antara apakah harus menyerah atau mendambakan kebebasan namun tak pernah ia dapatkan kebebasan sempurna. Kisah demi kisah Telaga lalui untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaan yang ia yakini, meski berat hal yang harus ia jalani, yaitu upacara Peti Wangi atau penanggalan gelar Ida Ayu-nya seperti yang dibuktikan paragraph empat terakhir novel nerjudul “Tarian Bumi”“Telaga mulai mebuka bajunya. Dia hanya mengenakan kain sebatas dada. Seorang pemangku mengucapkan mantra-mantra. Kaki perempuan itu diletakkan pada kepala Telaga, tepat diubun-ubun. Air dan bunga menyatu. Kali ini, Telaga merasakan air dan bunga tidak bersahabat dengannya. Air menulsuk-nusuk tubuhnya. Bunga-bunga mengorek lebih dalam lukanya. Sebuah upacara harus dilakukan demi ketnangan keluarganya. Dmi Luh Sari, Telaga telah dianggap sumber malapetaka dan kesialan keluarga Gumbreg.
Air itu mulsi menguasai tubuhnya seperti ratusan tombak tajam. Telaga menggigil.
“Aku tidak pernah meminta peran sebagai Ida Ayu Telaga Pidada. Kalaupun hidup terus memaksaku memainkan peran tu, aku harus menjadi aktor yang baik. Dan hidup harus bertanggung jawab atas permainan gemilangku sebagai Telaga.
” Dalam kenyataanya, gender pria atau wanita bukan ditentukan daari segi biologis ketika mareka lahir melainkan dari hokum adat yang mengikatnya. Jadi, sesungguhnya dapat kita simpulkan bahwa perempuan-perempuan di Bali sangat kuat dalam menghadapi segala cobaan yang datang menghampirinya, mereka selalu menomorduakan kepentinganya dibawah kepentingan adat atau hokum-hukum pengikat
.














3.      PENUTUP
3.1   Simpulan
Peranan dan kedudukan tokoh wanita dalam kedua novel karya sastra “Ronggeng Dukuh Paruk” dan “Tarian Bumi” sebagai perbandingan adalah sama-sama sebagai objek pembicaraan yang mengalami liku-liku kahidupan yang amat sagat berat, dimana kesusahan itu tidak tercipta dari dirinya sendiri melainkan karena hukum alam yang manimpa diri mereka. Kedudukan kedua tokoh utama Srintil dan Telaga-pun hampir sama, yaitu sebagai tokoh kompleks yang menonjolkan konflik atau permasalahan dari berbagai sudut. Penceritaan oleh pengarang sangat naturalism.

3.2   Saran
Melalui karya sastra, pembaca diharapkan dapat mengambil faedah atau manfaat-manfaat atau segi positif dari sebuah hal yang janggal yang dimuat oleh pengarang. Dengan menelaah isi novel secara mendalam, sama halnya kita mempelajari budaya suku-suku lain pada suatu wadah (Negara atau wilayah) yang sama. Ternyata kesamaan warna bendera tidak menjamin kesamaan garis kehidupan pada diri kita pula.

Minggu, 19 Januari 2014

Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

 


Karya Ahmad Tohari, pujangga legendaris asli Banyumas. Merupakan sebuah karya sastra trilogi; Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus di Dini Hari (1984), dan Jentera Bianglala (1985). Novel yang sangat layak dan barangkali wajib dibaca bagi mereka yang ingin belajar sejarah Indonesia. Cerita dalam trilogi ini berlatar tempat dan waktu tahun 60-an dimana saat itu masih banyak pergolakan di bidang politik dan sosial. Dua tokoh utama dalam trilogi ini adalah Srintil dan Rasus. Semenjak kecil mereka berteman dan bermain bersama, lalu terpisahkan oleh berbagai masalah. Tapi pada akhirnya mereka bertemu kembali.

Ronggeng Dukuh Paruk. Bercerita tentang kondisi sebuah daerah yang bernama Dukuh Paruk (jawa tengah bagian selatan). Wilayah pelosok yang masih memegang teguh kesenian ronggeng dengan iringan musik calung. Srintil adalah seorang ronggeng, alias penari wanita. Kesenian itu tak lepas dari kepercayaan masyarakat Paruk terhadap Ki Secamenggolo. Srintil yang akhirnya benar-benar menjadi ronggeng kemudian hidupnya berubah menjadi cukup glamour dan melupakan Rasus.


Lintang Kemukus di Dini Hari. Rasus akhirnya pergi menjadi serdadu. Dan Srintil tetap jaya menjadi seorang ronggeng, tentu dengan kehidupan yang juga melayani para pria kaya. Bisa dilayani dan ronggeng mau melayani seorang pria, baik di pentas maupun di ranjang adalah sebuah hal istimewa. Jadi pada waktu itu memang bukan hal yang hina. Justru seolah berlomba. Istri-istri dari para pria yang berebut bisa dilayani ronggeng itupun rela-rela saja. Tapi keadaan berubah seiring konfik mulai kentara pada tahun 1964. Kerusuhan itu memporak-porandakan semuanya hingga para seniman ronggeng dipenjara.

Jentera Bianglala. Adalah menceritakan akhir kisah ronggeng. Yang mengalami titik kebingungan. Ingin menjadi wanita biasa yang berkeluarga, tetapi sulit. Banyak luka dan derita, apalagi setelah lepas dari penjara. Tapi pada akhirnya, Rasus pulang kembali dari luar jawa. Menemui si ronggeng itu, Srintil.

Kamis, 07 November 2013

resensi film TAK BIASA

Jenis Film: Drama Komedi
Produksi: Jose Poernomo Films, Ezy Production
Penulis: Hilman Mutasi
Tahun Produksi: 2004
Pemeran: 
> Akhdiyat Duta Modjo (Duta Sheila On 7)
> Miea Kusuma
> Melanie Putria
> Novie Emerson
> Rama Sukmono
> Lia Chandra



Sinopsis Lengkap

Tak Biasa adalah film drama komedi produksi Jose Purnomo Films pada tahun 2004. Ada yang spesial buat saya dalam flm ini. Saya dapat melihat aksi Akhdiyat Duta Modjo, yang tidak lain tidak bukan adalah vokalis band Sheila On 7 yang sangat saya idolakan. Disini Duta berperan sebagai Abi, seorang anak muda 18 tahun yang baru lulus SMU dan belum kuliah karena gagal masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abi terlibat dalam tiga kisah cinta yang membuat dia sengsara. Kalau bahasa sekarangnya sih 'galau'. 

Di sebuah tempat makan siap saji, sesaat setelah abi selesai memberikan statment kepada sahabatnya kalau cewek itu banyak maunya, gak punya perasaan, suka ngatur, dan cewek itu makhluk yang bedepret. "bedepret sih gak ada artinya tapi rasa-rasanya kata itu memang paling pas buat gambarin cewek cewek yang seperti itu" kata Abi. Baru aja Abi selesai ngomong kalu dia gak butuh cewek, datang Melisa (Miea Kusuma) yang cukup membuat abi ternganga-nganga melihat kecantikan Melisa. Abi menghampiri melisa dan memberikan kursi karena melisa tidak mendapatkan kursi untuk duduk. Seakan lupa dengan statment yang belum ada lima menit di ucapkan, Abi bertanta melisa kuliah dimana dan melisa menjawab kuliah di Trisakti jurusan Design. Saat Abi ditanya hal yang sama, dia jawab kuliah di Ekonomi UI. Bukan maksud bohong, tapi Abi gak mau kehilangan kesempatan kenalan sama Melisa dan Ya! dapet deh nomor telepon Melisa. 
Setelah beberapa hari jalan bareng, sampai satu malam di rumah Melisa, Abi bermaksud ingin mengungkapkan perasaannya tapi susah banget. Serasa di ujung lidah tapi susah keluarnya. Abi terima apapun jawaban Melisa dengan keyakinan "percuma saja berlayar kalau kau takut gelombang".  Akhirnya kata kata itupun keluar "lo mau gak jadi cewek gue?", Melisa terdiam sejenak dan menangguk. Sudah pasti Abi seneng banget. Tapi malangnya Abi, baru malem jadian besok paginya diputusin. Alasannya karena Melisa masih butuh waktu buat bareng temen-temennya.
Abi menemui sahabatnya di tempat biasa yang sampai saat ini nama aslinya belum disebut melainkan hanya di panggil jek, coy, men. Abi mengajaknya ke toko bunga, bermaksud ingin mengirim bunga mawar merah yang dicat hitam lalu di cincang-cincang ke rumah melisa tapi beruntungnya ia bertemu seorang gadis cantik. Nadya namanya yang diperankan oleh Melanie Putria. Gadis cantik penyuka lumba-lumba ini membuat Abi lupa akan sakit hatinya. Waah cepet banget move on nya nih Abi :D Untuk memperlancar pdkt, Abi menyamar sebagai penjual bunga yang melayani Nadya memilih bunga untuk hadiah kejutan ulang tahun pernikahan orang tuanya.
Abi pura-pura lupa seharusnya ia datang besok mengantar bunga tapi dia datang hari ini, bermaksud agar ada kesempatan bertemu Nadya lagi. Di rumah Nadya sedang sibuk mempersiapkan acara besok dan mama Nadya meminta Abi membantunya. Abi menawarkan diri untuk menjadi fotografer pada acara besok. Hari hari berikutnya Abi sering jalan bareng Nadya. Sampai akhirnya mereka main paintball dan di sana Abi nembak nadya dengan kata cinta, setelah Nadya nerima, Abi nembak musuh-musuh pake senjata :D
Baru berapa hari jadian, Abi harus merelakan Nadya pergi. Nadya akan melanjutkan study ke Paris. Bukan hanya itu, dia juga akan menemui tunangannya disana. Perasaan Abi dan hampir putus asa. Namun dengan nasihat sang mama tercinta (Lia Candra), Abi pun memberi satu kenangan terindah untuk Nadya sebelum dia pergi.
Atas saran mamanya, Abi disuruh ke rumah Uwa nya untuk refresing, tidak disangka dia bertemu Ratna (Novie Emerson) sang kembang desa anak penjual kupat tahu. Abi di ajak bergabung di Karang Taruna Desa Kancah. Kebetulan karang taruna itu sedang merencanakan membuat acara tahunan. Abi pun menyumbang ide dan alat alat untuk pemutaran film layar tancep. Abi pikir Ratna lah cintanya kemudian tapi tidak pada kenyataannya sebenarnya, Ratna telah memiliki kekasih. Kandas lagi deh cinta Abi. Tapi Abi percaya bahwa akan ada hikmah dari semua ini.
Di hari berikutnya Nadya kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Abi. Sebelumnya Abi sedang bersama sahabatnya. Dari awal film ini di mulai, belum ada 1 pun kata yang keluar dari mulut si sahabat ini. Namun, setelah  3 kali kegagalan Abi menemukan cinta sejatinya, si sahabat ini menasihati Abi panjang lebar. " Waw! ", itu lah ekspresi Abi setelah mendengar semua nasihat sahabatnya ini. 
Akhirnya, Abi menemui Nadya yang sudah menunggunya di sebuah danau. Disana, Nadya menelpon tunangannya yang di Prancis untuk memutuskan tidak akan kembali ke Paris. Nadya lebih memilih Abi karena Abilah yang selama ini dicintainya.

Resensi Film “Laskar Pelangi



Pemain            : Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian), Mahar (Veris Yamarno), Ibu Muslimah (Cut Mini), Pak Harfan (Ikranagara), Pak Mahmud (Tora Sudiro), Zulkarnaen (Slamet Rahardjo), Bapak Ikal (Mathias Muchus), Ibu Ikal (Rieke Diah Pitaloka),Ikal Dewasa ( Lukman Sardi ), Lintang Dewasa (Ario Bayu), Pak Bakri (Teuku Rifnu Wikana), Bapak Lintang (Alex Komang), Istri Pak Harfan (Jajang C.Noer), Ayah A Ling (Roby Tumewu), Kucai ( Yogi Nugraha), Syahdan (M. Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Trapani (Suharyadi), Harun (Jefry Yanuar), Sahara (Dewi Ratih Ayu), Flo (Marcella), A Ling (Levina)
Produser         : Mira Lesmana
Sutradara       : Riri Riza
Durasi             : 125 Menit
Sinopsis           : Sebuah film yang merupakan adaptasi dari sebuah novel berjudul “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Berawal dari Ikal yang diperankan oleh Lukman Sardi ( anak asli Pulau Belitong ) yang berkunjung ke kampung halamannya. Ia mengantarkan cerita pada masa kecil di pulau tersebut, cerita tentang pertama kalinya ia masuk sekolah SD Muhammadiyah. Kelas baru yang berusaha dibuka oleh 2 orang guru yang hebat bu Muslimah & pak Harfan, sekolah yang memiliki syarat untuk membuka sekolah tersebut dimana harus memiliki 10 orang murid. Saat itu masih hanya 9 orang, kemudian harun yang menyelamatkan anak-anak yang ingin bersekolah sebagai siswa yang ke-10. Maka terbentuklah Laskar Pelangi dari 10 orang murid itu yang terdiri dari Ikal, Lintang, Mahar, Borek, A-Kiong, Kucai, Syahdan, Borek, Trapani, Sahara dan Harun.
5 tahun bersama bu muslimah, pak harfan, dan ke-10 anak Laskar Pelangi itu banyak melawati aral melintang. Namun dengan keunikan dan keistimewaan anak-anak tersebut membuat alur cerita lebih seru.
Banyak cerita yang membuat saya tertawa, seperti saat adegan ikal yang jatuh cinta kepada a-ling, hanya melihat tangan a-ling hatinya langsung berbunga-bunga. Saat mahar menghibur menghibur ikal dengan nyanyian bunga seroja dan diiringi tarian anak-anak laskar pelangi, itu merupakan adegan yang membuat saya tertawa terbahak-bahak. Adegan yang menurut saya menegangkan adalah saat lomba cerdas cermat, dimana seorang lintang yang telat karena di perjalanan ada seekor buaya yang berada di jalan sehingga ia tidak bisa lewat.
Film ini berceritakan tentang bagaimana anak-anak di salah satu pulau terindah di Indonesia. Dimana mereka harus berjuang untuk bersekolah. Cerita ke-10 anak Laskar Pelangi yang terus berjuang untuk menggapai mimpi mereka, serta keindahan persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia.

Kelebihan        : Menurut saya ini merupakan film yang sangat bagus yang diambil dari sebuah novel cerita anak negeri di pulau terindah di Indonesia yaitu Pulau Belitong. Film ini juga bisa mempromosikan pulau tersebut, bahwa negeri kita ini mempunyai pulau yang sangat indah. Alur ceritanya juga bagus sangat natural dengan kepolosan ke-10 anak Laskar Pelangi tersebut.

Kekurangan    : Untuk kekurangan mengenai film ini menurut saya tidak ada. Namun bila kita membaca novelnya, memang banyak adegan yang tidak ditayangkan di film ini.
Pandangan      : Saya sangat mengharapkan ada lebih banyak film-film seperti Laskar Pelangi ini. Karena film-film seperti ini akan meningkatkan moral anak-anak bangsa kita bahwa kita itu BISA jika mau BERJUANG.

Kamis, 31 Oktober 2013

tanpa judul


Maaf saya tidak dapat menemukan judul yang tepat
untuk untaian kalimat yang hendak saya tulis
   hari-hariku dipenuhi oleh suara-suara tak bergetar seperti kemarin ....
getaran itu semakin lama semakin sayup... perlahan
getaran itu melemah dan berhenti
seperti denyut nadi anak-anak ingusan
tak terdengar mereka oleh gesekan angin

Jika demokrasi adalah judul terindah bagi suatu bangsa
maka bangsaku hendak menggunakannya pula
mereka mengorbankan jiwa dengan sukarela atau dengan pesan
mereka sama-sama berdarah dan bahkan hilang oleh dahaga tanah
aliran sari-sari makanan kebebasan tak pernah sampai
tersebar ke seluruh tubuh
berhenti mereka di antara lembaran-lembaran kertas berstempel

Maaf jika hidupku adalah demokrasi
nampaknya ia tak punya judul lagi
kadang saya merasa sangat berharga dan ingin hidup
seperti jiwa Chairil Anwar
namun kadang saya menemukan ketidakbernilaian
yang mendorongku untuk mengakhiri hidup
the object of my affection telah mati

bersama judul tulisan-tulisan tentang demokrasi yang semakin kabur